Indonesia vs Eropa (Day 10 #EuropeDulu)

By August 16, 2013November 21st, 2014Europe
Siapkan google translate kalau dapat menu seperti ini

Setelah 10 hari ‘mencicipi’ beberapa negara di Eropa, tentunya saya sudah bisa merasakan perbedaan yang cukup besar antara Indonesia dan negara-negara Eropa tersebut. Kali ini saya mencoba membahas dari sisi gaya hidup dan kebiasaan orang-orangnya. Ada beberapa hal yang sangat terlihat dalam kehidupan masyarakat Eropa:

Damainya lalu lintas di Eropa

Damainya lalu lintas di Eropa

1. Disiplin (Taat aturan)

Peraturan dibuat untuk membuat segala sesuatunya lebih baik, namun peraturan tidak akan ada artinya jika tidak ditegakkan. Karena penegakan aturan itulah maka tercipta keteraturan. Segala sesuatunya terlihat sangat teratur dan lebih rapih di Eropa. Memang ada saja sih yang melanggar aturan, tapi sangat sedikit. Contoh kasus: lampu tanda menyebrang di jalanan. Jika lampu tanda menyebrang masih merah, tidak ada yang menyebrang jalan walaupun jalanan kosong. Adam yang sudah terkontaminasi dengan budaya Indonesia beberapa kali nyelonong dan saya yang berada di belakangnya melihat orang-orang menatap Adam, tapi tidak ada satupun yang bergerak mengikuti Adam, termasuk saya 😉

2. Kejujuran

Banyak sistem yang dibuat dengan memasukkan unsur kejujuran dimana saya sangat mempertanyakan apakah akan berhasil jika diterapkan di Indonesia. Contoh kasus: tiket kereta/tram. Di Paris memang sistem kontrolnya cukup ketat. Namun di Belanda sepertinya cukup longgar. Penumpang membeli tiket dan memvalidasi tiketnya di suatu alat kecil kemudian naik kereta. Artinya orang bisa saja naik kereta tanpa beli tiket karena tidak ada gerbang validasi tiket seperti sistem MRT di Singapura. Resikonya kalau tertangkap ya kena denda yang mahal. Kalau ada backpacker Indonesia yang mengaku memanfaatkan sistem ini supaya bisa traveling murah, haruskan kita bangga atau malu?

Mesin buat beli tiket

Mesin buat beli tiket

Contoh lain, di Vienna saya melihat banyak kantong plastik yang digantung di beberapa tiang lampu jalanan. Isi kantong plastik itu adalah koran dan tabloid. Di atasnya ada semacam celengan plastik dimana pembeli memasukkan koinnya jika ingin membeli tabloid/koran tersebut. Tentu saja tidak ada yang menghitung berapa banyak koin yang kamu masukkan. Bahkan tanpa memasukkan koin pun koran/tabloid bisa diambil. Tapi tentu saja hal tersebut tidak terjadi. Dulu saya pernah lihat liputan di TV tentang seorang bapak yang menjual bensin botolan dengan sistem kejujuran. Hasilnya sampai saat itu dia masih tekor karena banyak yang mengambil bensin tanpa membayar 🙁

Beli koran atau tabloid dari tiang lampu jalan

Beli koran atau tabloid dari tiang lampu jalan

3. Menghormati pejalan kaki

Di Eropa, pejalan kaki adalah raja. Eh, engga gitu juga sih. Aturan di negara Barat yang saya tahu dari Adam, kalau ada pejalan kaki yang sudah menginjakkan kakinya lepas dari trotoar artinya pengendara mobil harus memberi jalan. Saya cukup kaget dan malu saat saya mau menyeberang jalan dan tiba-tiba saya lihat ada mobil melaju cukup kencang dari kejauhan. Saya mau membatalkan niat menyebrang namun mobil tersebut ngerem dan mempersilahkan saya menyeberang. Saya pun ngibrit menyeberang. Adam bilang. “You don’t have to be embarrassed, that’s how it works.” Kalo di Indonesia pejalan kaki kan dimaki-maki kalau nyeberang pas ada mobil jalan.

4. Tahu prioritas

Apa yang biasa terjadi di Indonesia jika mendengar suara mobil ambulans? Biasanya mobil-mobil yang berada di depan ambulans akan segera memaksa supaya bisa buka jalan, sedangkan mobil-mobil di belakang ambulans akan ngintil supaya bisa ikut jalur cepat di belakang ambulans. Dan kalau macet? Mobil biasa maupun ambulans sama nasibnya….terjebak! Waktu di Berlin saya dengar sirine ambulans dari kejauhan, kemudian di depan ada persimpangan dan ada antrian mobil. Tiba-tiba hanya dalam beberapa detik jalan sudah terbuka dan ambulans sudah berhasil lewat. Usut punya usut, ternyata ada beberapa mobil yang berkorban demi ambulans itu. Mobil truk yang berada di depan ambulans langsung belok ke parkiran bangunan terdekat walaupun sebetulnya dia tidak berniat ke sana (terbukti saat ambulans sudah lewat, dia putar balik dan keluar lagi). Sebuah mobil yang berada di antrian paling depan langsung belok kanan walaupun sebelumnya dia sedang antri untuk lurus. Kata Adam, “That how it should work. This is about someone’s life.” Nah loh, lain kali ingat ya….kalo denger suara ambulans, ingatlah ada nyawa seseorang yang butuh jalur cepat.

5. Waiters juga manusia

Di beberapa negara Eropa yang telah saya kunjungi hampir di semua cafe yang self-service para customernya mengembalikan nampan berisi peralatan makan kotornya. Jadi saat kita meninggalkan meja, meja tersebut bersih dan bisa langsung digunakan lagi oleh customer lain. Tidak ada ceritanya pengunjung harus memanggil waiter dulu untuk membersihkan meja karena biasanya waiter di sana sangat sigap dan cekatan. Nampan berisi piring kotor biasanya diletakkan di rak yang memang disediakan khusus untuk itu. Kalau tidak ada rak, kembalikan ke konter atau ke dapur. Mungkin budaya tersebut dipengaruhi oleh mahalnya SDM di luar negeri sehingga biasanya cafe yang ramai hanya punya 3 orang staff bahkan toko kecil kadang hanya dioperasikan oleh 1 orang tanpa bantuan. Bandingkan dengan warung di Indonesia yang kadang pegawainya bergosip di ujung karena terlalu banyak pekerja sedangkan pekerjaannya tak seberapa banyak. Di Indonesia, pekerjaan sebagai waiter seringkali dianggap rendah. Kalau di Eropa, jangan berharap waiter-waiter akan super ramah dan berbasa-basi saat memesan makanan. Jangan tanya satu-satu, “Ini apa? Pakai daging ga? Pedas ga? Kalau ini bisa untuk berapa orang? dll” Pokoknya semuanya harus serba efisien 🙂

Karena perjalanan #EuropeDulu ini belum selesai, mungkin masih akan ada tambahan lain hasil dari pengamatan berikutnya. Keep updated 🙂

Siapkan google translate kalau dapat menu seperti ini

Siapkan google translate kalau dapat menu seperti ini

Mungkin ada yang mau menambahkan hasil pengamatan selama di Eropa? Silahkan loh sharing-sharing pendapatnya di sini 🙂

Join the discussion 5 Comments

  • satu lg kak di indonesia ga bisa mengantri, saya udh beberapa kali ngantri selalu didahuluin 🙁 , soal waiters, pantes pas ada bule ke restoran cepat saji dia malah membersihkan makanannya sendiri ga ninggalin makannya gitu aja

    • Susan says:

      hohoho….kalo soal antri sih indonesia mmg kalah jauh sama negara2 tetangga di asia tenggara juga, ga usah jauh2 dibandingin sama eropa 😉

  • Venny says:

    Jadi merasa seperti ditampar2 yah, mbak.. T__________T

  • suci says:

    Seingatku belum lama ini beredar video youtube tentang keadaan sebuah jalan tol ketika mobil2 di Jerman mempersilahkan ambulans untuk lewat duluan, semua mobil memperlambat jalan dan melipir ke pinggir.
    Salut! dan semoga kita bisa mencontoh hal positif dari luar, setidaknya dimulai dari diri sendiri 🙂

Leave a Reply