Tersebar di banyak lokasi di Asia Tenggara, ada sejarah yang panjang mengenai suku nomaden yang dulunya hidup di laut namun sekarang sudah banyak yang menetap sebagai komunitas-komunitas kecil di kepulauan atau garis pantai di berbagai daerah. Beberapa dari suku ini ada yang dikenal sebagai suku Bugis, Bago atau biasa disebut juga dengan istilah Orang Laut. Orang-orang yang tinggal di kampung orang laut biasanya sangat terkenal sebagai pembuat kapal dan nelayan. Dan sampai sekarang keahlian tersebut memang masih diwariskan secara turun temurun.
Di Bintan ada beberapa desa yang menjadi rumah bagi suku nomadik ini dan kami berkesempatan mengunjungi salah satu kampung orang laut yang lokasinya tidak terlalu jauh dari area Bintan Resorts.
Kampung Panglong, Berakit
Di ujung timur laut Pulau Bintan ada yang namanya daerah Berakit. Areanya berupa garis pantai panjang yang diisi dengan perahu-perahu nelayan, tempat pelelangan ikan dan populasi penduduk yang tersenyum ramah menyambut orang-orang yang berkunjung ke sana.Di ujung jalan utama daerah Berakit ini, sebelum sampai ke bangunan terminal ferry internasional yang hampir selesai namun tidak jadi beroperasi, ada sebuah kampung nelayan yang dikenal dengan nama Kampung Panglong. Desa ini terlihat sangat khas dengan rumah-rumah panggung milik para nelayan yang dibangun di atas air serta deretan dermaga untuk menghubungkan rumah-rumah tersebut. Menariknya, desa ini mendapatkan bantuan dari pemerintah untuk mengganti dermaga kayu dengan yang berbahan semen.
Begitu memasuki perkampungan, kita akan langung disambut dengan pemandangan anak-anak kecil yang dengan ceria bermain bersama teman-teman, memancing dan banyak juga yang main dengan binatang peliharaan. Kami sempat melihat di sana ada beberapa monyet, anjing dan kucing.
Meskipun tidak wajib, namun sepertinya warga kampung ini sudah terbiasa dengan tamu-tamu yang datang sambil membagikan hadiah kecil untuk anak-anak. Terserah kamu sih mau ngasih permen, cemilan ataupun sesuatu yang lebih mendidik seperti buku atau bolpen. Tentu saja anak-anak lebih senang waktu dikasih sebungkus permen dibanding sebuah bolpen.
Kita bisa berjalan sepanjang dermaga melewati rumah-rumah sambil berinteraksi dengan penduduk lokal yang kebanyakan juga sedang santai nongkrong-nongkrong di depan rumahnya. Dermaga tersebut akan mengantarkan kita ke ujung di mana kita bisa melihat laut, perahu-perahu nelayan yang diikat dan banyak sekali ikan yang sudah dibelah dan sedang dijemur.
Penduduk di sini merupakan campuran antara yang beragama Kristen dan Islam dan mereka hidup bertetangga dengan secara harmonis. Agak sedikit berbeda dengan kampung nelayan yang pernah kami lihat sebelumnya yang kebanyakan beragama Islam.
Dulunya warga kampung memotong kayu dari hutan bakau yang ada di sekitarnya dan kemudian dibakar di tungku (kiln). Kiln ini adalah oven yang bentuknya seperti kubah raksasa dan terbuat dari batu bata. Namun karena ada larangan dari pemerintah untuk menebang pohon-pohon dari hutan bakau, akhirnya kiln ini sampai sekarang tidak digunakan lagi. Tidak jauh dari kiln ada sebuah kapel Kristen yang waktu kami ke sana sih tutup.
Kalau kamu belum pernah berkunjung ke kampung orang laut, coba deh mampir ke Kampung Panglong ini untuk ketemu dengan orang-orangnya dan merasakan sendiri bagaimana kehidupan di kampung nelayan yang ada di atas air.
Sebetulnya ada beberapa kampung orang laut lain di Bintan yang juga mudah dikunjungi kalau kamu memang berencana untuk keliling Bintan. Pilihlah kampung yang lokasinya memang sejalan dengan lokasi-lokasi lain yang akan kamu datangi di itinerary kamu.Kami memilih Kampung Panglong karena lokasinya ada di daerah timur Bintan dekat Pantai Trikora, di mana kami bisa melakukan banyak hal lainnya seperti mengunjungi Grotto Santa Maria, makan pizza Italia otentik di pinggir pantai, mengunjungi lokasi pembuatan kapal dan masih banyak lagi. Baca postingan kami selengkapnya tentang Pantai Trikora untuk mendapatkan gambaran lebih jelas tentang daerah di Bintan ini.